Merawat Pusaka, Meneguhkan Budaya

Editor: The Tebings author photo
Lihat Profil
Bahtiar Hairullah
(Pengajar Antropologi FIB Unkhair; Peneliti di Yayasan The Tebings)

Kebudayaan dipandang sebagai suatu hal yang penting manusia, terutama bagi generasi muda. Kebudayaan ini kemudian dilanjutkan atau diwariskan antargenerasi dalam bentuk berbagai tradisi dan budaya. Di Indonesia sendiri terdapat berbagai macam suku bangsa yang berbeda-beda. Hal ini menunjukan betapa tingginya potensi tradisi dan budaya kita. Harris (1968:16) menunjukkan banyaknya kebudayaan yang akan mengikuti perkembangan zaman dengan masuknya modernisasi sebagai perspektif utama pemerintah dalam pembangunan (Harris, 1968:16). 

Kebudayaan adalah suatu corak hidup dari suatu lingkungan masyarakat yang tumbuh dan berkembang berdasarkan spiritualitas dan tata nilai yang disepakati oleh suatu lingkungan masyarakat, dan oleh karenanya menjadi eksistensial bagi lingkungan asyarakat tersebut. Keanekaragaman budaya dari lingkungan masyarakat, suku bangsa, dan bangsa-bangsa di dunia ini menyebabkan dunia kita ini menjadi semarak dan tidak membosankan. Ciri-ciri dan spesifikasi budaya suatu lingkungan masyarakat atau suku bangsa dapat memperkaya wawasan, pandangan hidup serta makna seluruh kehidupan ini. Bayangkan di dunia kita ini hanya terdapat satu corak kebudayaan saja, sudah pasti kehidupan di dalamnya akan terasa sangat  monoton dan membosankan. Apalagi di lingkungan masyarakat yang tidak memiliki suatu yang khas yang memberikan ciri dari kebudayaannya. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan karena kehidupan manusia sangat terikat sekali dengan kebudayaan. Setiap manusia di muka bumi ini memiliki kebudayaannya masing-masing, dengan keunikannya sendiri. Oleh karena itulah sebuah kebudayaan memiliki keunikan atau ciri khasnya tersendiri.

Wujud Kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Secara sederhana, wujud kebudayaan dapat berupa material dan non-material. Keduanya dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan masyarakat pemilik kebudayaan itu sendiri. Wujud kebudayaan non-materil seperti nilai, norma, dan ketentuan yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan yang harus dipatuhi masyarakat demi terwujudnya nilai-nilai dan norma dimaksud. Pada dasarnya, ketentuan semacam ini merupakan aturan-aturan dengan sanksi-sanksi yang dimaksudkan untuk mendorong bahkan menekankan perorangan, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan untuk mencapai nilai-nilai sosial. Sementara itu, wujud kebudayaan yang bersifat material seperti benda hasil karya manusia yang dapat ditunjukkan melalui bentuk fisik, seperti: rumah adat, masjid kesultanan, patung, lukisan, bangunan bersejarah, dll. 

Pada dasarnya, budaya non-materil dan materil saling mencakup makna atau isinya. Budaya materil senantiaa mengandung nilai-nilai dan norma. Sebaliknya, setiap nilai atau praktik budaya akan terwujud dalam perilaku, tindakan, hingga benda-benda hasil karya masyarakat pemilik kebudayaan bersangkutan. Karena itu, bangunan bersejarah misalnya, tidak hanya mengandung nilai-nilai budaya masa lalu, tetapi juga sekaligus secara monumental menjadi simbol bagi perjalanan budaya kita dari waktu ke waktu. Pada tataran ini, sepantasnyalah kita turut menjaga dan melestarikan berbagai bangunan peninggalan leluhur, terutama yang bersejarah dan bermanfaat bagi kebudayaan dan ilmu pengetahuan. 

Benda Cagar Budaya
Belakangan ini marak kita saksikan di media ini, Harian Malut Post, pemberitaan dan tanggapan mengenai benteng Oranje. Sebagai salah satu bangunan bersejarah di kota ini, riuh rendah perbincangan itu rasanya pantas. Tidak hanya sekadar turut meramaikan pembicaraan itu, memang sudah seharusnya ditimpali sebagai wujud kepedulian bersama. Lagi pula, partisipasi masyarakat dalam hal pelestarian bangunan semacam itu tegas diisyaratkan dalam Undang-Undang (lihat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya).

Warisan budaya memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam rangka menciptakan kehidupan yang lebih harmonis. Sebenarnya, budaya semacam ini memiliki potensi untuk memajukan suatu negeri. Sebab, potensi tersebut juga ada tersimpan dalam Benda Cagar Budaya yang sering dianggap sebagai bagian masa lalu belaka, yang bagi kalangan tertentu hanya dianggap menarik untuk dilihat para turis. Benda Cagar Budaya, baik itu bersifat non-material seperti norma-norma yang tersimpan dalam ungkapan Dola Bololo, Dalil Tifa, dan Cum-cum, bahkan budaya material seperti bangunan tradisional: Karaton, masjid kesultanan, rumah adat/tradisional, dan benteng mempunya kelebihan tersendiri.  Semuanya merupakan potensi yang justru dapat digunakan untuk memajukan negeri ini. Sayangnya, kekayaan dan potensi yang tersembunyi dalam Benda Cagar Budaya  ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Jika pun ada upaya ke arah itu, tampaknya belum dilakukan secara serius juga. Padahal, tanpa dukungan penuh dari pemerintah (pusat/daerah), upaya pelestarian atau perawatannya sulit mencapai hasil optimal.

Kiranya kita dapat berkaca pada permasalahan ini yang pernah hidup dan berkembang di masa lalu, guna menjadikan sebagai referensi untuk menata kehidupan dimasa sekarang dan masa yang akan datang. Benda Cagar Budaya di dalamnya termasuk tradisi dengan sistem nilai dan berbagai pengetahuan tersebut menjadi kekuatan dan deposit. Namun, kita tidak pernah menangkap substansi dari sebuah nilai yang tersembunyi dibalik “benda” tersebut.

Pembangunan dan Sejarah
Pembangunan, kebudayaan, dan sejarah adalah tiga hal yang mutlak berkaitan dalam gerak ke depan bangsa atau daerah ini. Berbagai kebudayaan yang kita miliki mesti dipelihara secara bersama dan memahami betul substansinya. Hal ini hanya bias dilakukan jika kita menyadasri betapa besar manfaatnya dalam menyokong kehidupan kita. Seharusnya, pemerintah mendukung atas usaha mempertahankan kebudayaan ini khususnya peninggalan sejarah dalam hal ini benteng sebagai identitas suatu daerah, bukan menghilangkan atas nama pembangunan dan modernisasi. Pembangunan dan pengaruh modernisasi bukan alasan terbaik untuk menggusur dan menghilangkan wujud asli sutu kebudayaan. Apalagi dalam kebudayaan tersebut terdapat nilai-nilai yang mungkin menurut masyarakat setempat bermanfaat untuk menopang kehidupan bermasyarakat maupun pendidikan.  Melalui data dan sistem pengetahuan yang berhasil dikumpulkan, maka dapat kita ketahui ide-ide mana yang ide-ide mana yang lebih cocok untuk membangun pembangunan. Begitu pula sebaliknya, kita dapat mengidentifikasi ide-ide mana yang justru menghambat upaya pembangunan yang sedang atau akan digalakkan. Serangkaian ide-ide ini dapat ditelusuri mulai dari cara berpikir yang terendap dalam jagad pikir masyarakat kita. Selain itu, melalui perilaku dan tindakan masyarakat kita juga berbagai hal itu dapat kita jumpai. Karya adiluhung atau berbagai bangunan bersejarah sudah tentu menyimpan pelajaran berharga (nilai) bagi generasi bangsa ini, semisal benteng peninggalan kolonial yang cukup banyak dimiliki kota ini. Demikianlah, sehingga budaya dan sejarah saling terpaut dalam batin kita yang pada akhirnya semoga mampu membangkitkan kesadaran sejarah kita. 

****
Tulisan ini juga pernah dimuat pada laman, Opini Malut Pos,   6 September 2017

Share:
Komentar

Terkini