PPKD Maluku Utara di atas Panggung Kebudayaan

Editor: The Tebings author photo
Penyampaian materi oleh Andi Sumar Karman dan Christene Hakim (Foto: Istimewa)
KABAR TEBINGS--Rabu malam (4/9/2019) Andi Sumar Karman dipanggil bicara tentang pemajuan kebudayaan di Maluku Utara. Selain sebagai pengajar antropologi di Fakultas Ilmu Budaya Unkhair, saya juga diundang sebagai peneliti di Yayasan The Tebings – suatu yayasan yang bergerak dalam pengkajian, penelitian, dan pemberdayaan masyarakat melalui kebudayaan, namun tak terbatas dalam bidang ini saja.

Tak heran jika malam itu turut hadir beberapa akademisi dari FIB dan nyaris semua personalia The Tebings.

Baik sebagai dosen maupun yayasan, keterlibatan kami sebagai penyusun PPKD mulai dari kabupaten hingga provinsi, sangat total. Meski alhirnya memang kembali kepada pemilik dokumennya. Yaph! Termasuk PPKD Provinsi Maluku Utara.
Dalam acara 'talk show' yg digelar mendekati paruh malam itu, moderator menanyakan apa kendala pemajuan di Maluku Utara.

Dari atas panggung yg mempertemukan saya sebagai sesama artis dengan Christene Hakim (CH) itu, saya ingin mengatakan empat hal yang merupakan permasalahan umum dalam hal pemajuan kebudayaan kita. Pertama, tentang rendah atau kurangnya sumber daya manusia kebudayaan kita. Kebudayaan—yang seolah-olah hanya tradisi dan kesenian tradisional/modern pelaku/penciptanya kebanyakan orang tua. Saya tak bisa menjelaskan banyak sebab waktu terbatas.

Supporter The Tebings 
Permasalahan kedua, ketiga, dan keempat terpapat dalam perbincangan meski tetap tak tuntas. Kekhawatiran CH sebenarnya tercakup dan dapat terjawab dalam permasalahan yang harusnya saya ungkap dan jelaskan.

Ada yang menarik bagi saya ketika seorang penanggap menginginkan lahirnya karya film dari tanah “moloku kie raha.” Dengan analogi keberhasilan Laskat Pelangi mengangkat Bangka Belitung hingga tenar dan mengundang banyak wisatawan (sebagai efek ikutan). Ini semangat yang sangat baik. Meski akhirnya harus berhadapan dengan pembuatan film yang melibatkan industri dengan tantangan biaya besar di hadapan.

Sebagai artis, CH dan saya jelas menyambut baik harapan itu. “Pak Andi, tugas bapak tuh,” bisik artis senior itu kepada saya (satu kekeliruan besar dengan menyebut saya "bapak"!). Ia ingin mengatakan bahwa harapan Bung Popeye (nama akrab sang penanya) patut disambut. Ia juga menyatakan kesiapannya untuk dihubungi setiap saat jika diperlukan terkait ide-ide perfilman. “Kontak saya kapan pun!” Kata CH setelah menyimpan kontak saya dengan mimik penuh harap. 

Saya katakan, kita punya bahan-bahan penulisan berupa materi (naskah sejarah) dan penulis. Di FIB dan Tebings punya sumber daya dalam kedua hal itu. Belum lagi Penulis lainnya yang tersebar di bawah langit moloku kie raha ini! Tampaknya CH ingin tentang kisah-kisah yang tersebar dalam empat kerajaan "moloku kie raha" diangkat sebagai bahan film.

Kembali ke PPKD. Saya menangkap bahwa masih banyak pihak yang belum mengerti tentang upaya Pemajuan Kebudayaan mulai dari konsep hingga aksinya di masyarakat. Kekhawatiran yang banyak diungkapkan CH dalam perbincangan di hadapan komunitas dan pegiat kota kreatif se Indonesia itu, sebenarnya sudah ada di dalam dokumen PPKD kab/kota dan provinsi.

Turun dari panggung, kawan lain menambahkan terkait permasalahan PPKD kita di Provinsi Maluku Utara.

“Pihak Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Maluku Utara yang lebih tahu tentang satu permasalahan yang tdk disebutkan di panggung tadi,” kata Irfan Ahmad, salah satu personil penyusun dokumen itu.
“Iya. Ada terlupakan, kayak lagunya Iwan Fals,” kata Bahtiar Hairullah
Share:
Komentar

Terkini