"Duo Gani” Benteng Terakhir Penjaga Bahasa Ibo

Editor: The Tebings author photo
Lihat Profil
Safrudin Abdulrahman
(Ketua Program Studi Antropologi Sosial FIB Unkhair, Ketua Yayasan The Tebings)

Dadi ne ngon sari ginado Bahasa Ibu?, sosira mipake moju, kanangne mipake riuama. Sema taung nyagi misidika dadi cabu tara la madodemo manyika tosonyinga riuama tolahi maaf bato. Kalian mau menayakan tentang bahasa ibu?, kami dulu menggunakannya, tapi saat ini kami sudah tidak lagi, sudah puluhan tahun kami tinggalkan, jadi sebentar nanti kalau ada kata-kata yang saya sudah lupa saya minta maaf. Begitu kira-kira terjemahan bebas dari pernyataan bapak Gani Fataha saat mau diwawancarai oleh tim pengambil data penyusunan kamus bahasa Ibo atau Ibu.

Bahasa Ibo adalah salah satu bahasa yang ada di kabupaten Halmahera Barat, tepatnya di kecamatan Ibu Tengah desa Gam Lamo dan Gam Ici. Bahasa Ibo tergolong bahasa yang sudah punah, dengan alasannya bahasa Ibo sudah tidak lagi dituturkan dan penuturnya dalam berkomunikasi, bahasa Ibo sampai saat ini hanya empat orang yang masih bisa bertutur. Sekilas informasih tentang empat orang penutur ini adalah sebagai berikut:  

Dua penutur telah berusia lanjut yakni berusia 68 dan 78 tahun, dan dua orang lagi berusia 57 dan 58 tahun. Dengan usia sudah di atas 57-78 tahun tentunya sudah bukan usia yang muda lagi, hal ini sangat terkait dengan kondisi kesehatan mereka. Saat ini salah satu dari yang sudah sepuh (bapak Nifu Hamiru) suaranya terdengar sengau karena gangguan pada hidung atau karena sudah terlalu sepuh, sehingga pengucapannya juga sudah tidak terlalu jelas. Dua lagi yang lebih muda salah satunya diserang penyakit lumpuh (stroke) sehingga nyaris tidak dimengerti kata-kata yang diucapkan. Harusnya masih ada lima orang ditambah dengan seorang nenek, tapi sayang tahun lalu  sang nenek sudah dipanggil pulang oleh pemilik kehidupan, otomatis isi kepalanya (kosa kata bahasa Ibo) ikut terkubur bersama jasadnya. Apa hendak dikata bahasa Ibo (data kosa katanya) hanya bisa didapatkan pada dua orang penutur yang masih jelas berucap, keduanya bernama “Gani”. Gani yunior (Gani saleh) berprofesi sebagai guru SD yang dua tahun lagi memasuki masa pensiun, dan Gani satu lagi (Gani Fataha) bermatapencaharian sebagai petani, yang saat diwawancarai tidak terlalu bersemangat karena pada saat bersamaan tanaman cengkih dan palanya digusur untuk pembuatan jalan tanpa ganti rugi dari perusahaan beroperasi. Tapi masih ada secercah semangat karena dia memiliki istri kedua yang 23 tahun lebih muda darinya.  

Dalam pengambilan data duo Gani menjadi andalan, kebetulan   Pak Nifu yang paling sepuh lagi menunaikan ibadah haji, kalaupun pak Nifu sudah tiba di rumah saat tim masih ada di lapangan, toh tidak bisa juga diwawancarai karena dalam tradisi orang Ibu, seseorang yang baru kembali dari ibadah haji dia harus menjalani masa istirahat, waktunya belum bisa melayani tamu dalam soal kerja (wange siboso) 7 - 33 hari.

Untuk apa kamus dibuat?, ada beberapa hal yang menjadi alasan, salah satu diantaranya adalah agar terdokumentasi sebelum bahasa itu benar-benar punah sama sekali.

Pembuatan kamus bahasa Ibo menjadi gaweannya dinas pendidikan dan kebudayaan kabupaten Halmahera Barat (bidang kebudayaan) yang dikomandoi oleh kepala bidang bapak Lutfi Ali. Pembuatan kamus bahasa Ibo tidak serta merta dilakukan, tetapi mengalami proses yang cukup panjang. Bidang kebudayaan sudah berdiskusi panjang sejak tiga tahun yang lalu dengan program studi Antropologi FIB universitas Khairun. Ini adalah langkah awal, dan nantinya akan ada program-program lanjutan yang lebih bersifat terapan, begitu ucap sang kepala bidang.

Wawancara pengambilan data berjalan alot, ini disebabkan oleh kapasitas “duo Gani” yang berbeda, Gani yunior memiliki kemampuan berbahasa Indonesia lebih baik dari Gani senior, namun sebaliknya Gani senior lebih mahir berbahasa Ibo dibandingkan dengan Gani yunior. Manyika tolupa raima, dadi ngon ginado pake bahasa Tarnate la aku tosonyinga, (sebagian saya sudah lupa, baiknya kalian tanyakan menggunakan bahasa Ternate biar saya gampang mengingatnya), begitu ucap Gani senior.

Proses wawancara yang alot akhirnya berangsur-angsur lebih santai tapi serius, karena butuh konsentrasi penuh dalam mendengar setiap kata dan kalimat yang terucap dari mulut “duo Gani”. 

Jalan dalam bahasa Ibo disebut apa?, tanya pak Wildan salah satu dari lima orang dalam tim studi, terlihat pak “duo Gani” berfikir keras, mungkin mereka harus dipancing ingatannya, saya langsung berinisiatif menggunakan bahasa Ternate (ngoko), bahasa Galela (ngeko), bahasa Tobelo (ngekomo). Pak Gani senior sontak menjawab kalau jalan dalam bahasa Ibo (nyiomo), ini hanya salah satu cara dari beberapa cara yang kami gunakan untuk memancing ingatan “duo Gani”.

Alhamdulillah, selama lima hari tim pengumpul data bekerja siang malam, 137 halaman quesener terjawab sudah, walau ada kosa kata yang terlewatkan karena “duo Gani” sudah benar-benar lupa.

Kami pamitan untuk pulang ke Ternate setelah lima hari bekerja.  “duo Gani” berpesan, kalau pemerintah mau mengangkat atau menghidupkan kembali bahasa Ibo atau Ibu, kami siap untuk membantu sekemampuan kami. Kami siap untuk mengajarkan bahasa Ibo kepada anak-anak, asalkan mereka mau. Kami senang karena sudah ada perhatian dari pemerintah untuk memperhatikan keberadaan bahasa Ibo, begitu ucap bapak Gani yunior dalam bahasa Ternate.
Saat ini mereka berdua menaruh harapan besar terhadap pelestarian bahasa Ibo. Apa yang mereka lakukan dalam lima hari itu, serta kesediaan mereka untuk mengajarkan bahasa Ibo, semua itu demi anak cucu mereka kelak, yang akan tetap bangga dengan identitas (bahasa) ke-Ibo-annya.

Harapan pemerintah dan harapan “duo Gani” akan jadi satu dan menjadi benteng terakhir untuk pemertahanan bahasa. 
Gayung bersambut, apa yang diinginkan oleh “duo Gani” juga menjadi perhatian pemerintah daerah. Dalam festival tuju suku bangsa di Halmahera Barat “Rera Tumding” “duo Gani” akan diundang untuk  tampil di atas anggung festival, mereka akan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Ibo, sekaligus dengan peluncuran kamus bahasa Ibo oleh Bupati Halmahera Barat, begitu ucap kepala bidang kebudayaan yang tidak lama lagi bidang kebudayaan akan menjadi dinas kebudayaan sendiri terpisah dengan dinas pendidikan.

Tulisan ini juga pernas dimuat/kutip pada laman: https://maluttimes.com/2019/08/29/duo-gani-benteng-terakhir-penjaga-bahasa-ibo/
Share:
Komentar

Terkini