Dr. Ridha Ajam, M.Hum
Pengajar pada Fakultas Ilmu Budaya Unkhair; Peneliti Yayasan The Tebings
Pengantar
Revolusi mental yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo harus ditempatkan sebagai bagian dari strategi kebudayaan. Karena prinsip dari revolusi mental yaitu pemebentukan karakter dan identitas nasional yang kuat yang tak lain harus disokong melalui pendidikan kebudayaan yang baik (Aji Purwanto, 2015). Revolusi mental dalam ranah kebudayaan, dibuktikan dengan disahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan. Kemudian dirumuskan untuk penyususnan Pokok-Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) di tingkat kabupaten/kota hingga ke level provinsi. Pentingnya pemajuan kebudayaan maka diperlukan pembentukan Satuan Perangkat Daerah (SKPD) baru, yaitu Dinas Kebudayaan seperti yang diamanatkan pada Pasal 3, huruf i. Bahwa Pemajuan Kebudayaan dilaksanakan secara terhubung dan terkoordinasi lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.
Respon cepat Pemrintah Kota Ternate untuk mendorong Rancangan Peraturan Daerah (RANPERDA) atas Peraturan Darah (Perda) Nomor 11 tahun 2016 tentang Pembentukan Dinas Kebudayaan (AspirasiMalut,12/11/2018). Keseriusan Pemerintah Kota Ternate untuk membentuk Dinas Kebudayaan secara terpisah dari Dinas Pendidikan sepertinya bukan hanya hisapan jempol saja. Berbagai persiapan telah dilakukan dan ini terbukti adanya pelantikan para pejabat Dinas Kebudayaan (Dikbud) Kota Ternate, pada hari Jumat (11/1). Langkah pemerintah untuk memisahkan Dinas Kebudayaan dianggap tepat karena kebudayaan memiliki cakupan yang sangat luas, seperti yang tertuang dalam PPKD Kota Ternate yang meliputi 10 objek pamajuan kebudayaan yang terdiri dari Tradisi Lisan, Manuskrip, Adat Istiadat, Pengetahuan Tradisional, Teknologi Tradisional, Seni, Bahasa, Permainan Rakyat, Olahraga Tradisional, dan Cagar Budaya. Penyususnan dokumen PPKD menjadi syarat utama untuk pengembangan kebudayaan daerah dikemudian hari dan disesuaikan dengan Visi-Misi Dikbud Kota Ternate yang berorentasi kedepan pada penyalamatan nilai-nilai kebudayaan berbasis riset.
Upaya Pemajuan Kebudayaan
Orang Ternate sejak dulunya dikenal secara luas memiliki karakter budaya yang kuat dan unik. Tidak sedikit budaya dan tradisi Ternate ini yang menjadi kebanggaan masyarakat Maluku Utara. Akan tetapi, jika mau jujur terhadap kondisi kekiniaan, nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat mulai tergilas zaman di tengah masyarakat budaya itu sendiri. Telah banyak nilai-nilai budaya yang mau dilaksanakan oleh masyarakat dengan alasan kepraktisan atau ketinggalan zaman. Ini dibuktikan saat pengemabilan data untuk penyusunan PPKD Kota Ternate dan ditemukan beberapa Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) yang terancam punah di “rumah” sendiri.
Upaya untuk melestarikan kebudayaan Ternate dan merevitalisasi potensi budaya yang hampir punah, bukan tidak mungkin akan dilakukan. Kondisi ini bisa dijadikan sebuah tantangan tersendiri bagi Dikbud Kota Ternate. Banyak potensi yang bisa digerakkan secara optimal sehingga mampu mendorong terwujudnya bagaimana budaya yang hampir punah pada orang Ternate itu hadir kembali di tengah masyarakat. Sudah tentu, hal tersebut bukan menjadi tanggungjawab Dikbud semata untuk memajukan kebudayaan daerah, melainkan lembaga-lembaga yang bergerak pada isu-isu kebudayaan daerah juga turut mengambil bagian dalam memajukan kebudayaan daerah.
Mayarakat Ternate memiliki keberagaman budaya, ini merupakan kekayaan dan identitas daerah yang sangat diperlukan untuk memajukan Kebudayaan. Oleh karena itu, diperlukan langkah yang strategis berupa upaya Pemajuan Kebudayaan melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam Kebudayaan seperti yang diamanatkan undang-undang.
Tata Kelola Kebudayaan
Dewasa ini kita berhadapan dengan sejumlah permasalahan yang merintangi upaya bangsa untuk memajukan kebudayaan. Usaha negara untuk memajukan kebudayaan ini teramat penting karena saat ini kita berhadapan dengan aneka tantangan, seiring dengan masuknya berbagai ekspresi budaya modern dan perubahan tata kehidupan sosial menuju masyarakat modern, dengan demikian berbagai unsur budaya lokal kehilangan khasiat dan relevansinya dalam menjawab tantangan hidup sehari-hari.
Harus diakui bahwa terdapat beberapa permasalahan mendasar yang harus diselesaikan perihal krisis kebudayaan masih melanda Indonesia. Hilmar Farid, selaku Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), menyampaikan bahwa “Krisis kebudayaan ini memperlemah jati diri bangsa, ketahanan budaya, dan nasional. Permasalahan lainnya ialah kemampuan dalam mengelola keragaman budaya yang dimiliki saat ini belum optimal,” (Media Indonesia, 7/11/2016).
Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2018 telah merumuskan tujuh permasalahan pokok kebudayaan. Ketujuh permasalahan ini merupakan hasil pengelompokan atas ratusan masalah bidang pemajuan kebudayaan yang telah diidentifikasi pada tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pada tiap-tiap sektor kebudayaan di Indonesia. Oleh karena itu, ketujuh permasalahan tersebut, menjadi perioritas yang akan dikelola nantinya oleh Dinas Kebudayaan nantinya.
Idealnya dalam kerangka pembangunan kebudayaan, Dinas Kebudayaan Kota Ternate harus memiliki langkah dan strategi dan matang dalam tata kelola kebudayaan. Strategi kebudayaan dirancang untuk memetakan segenap aspek kenyataan hari ini dan memastikan jalan yang baik agar cita-cita kemerdekaan dapat terwujud. Untuk itu, diperlukan pembacaan yang cermat dan teliti atas segala aspek permasalahan kebudayaan yang ada di Kota Ternate saat ini.
Untuk penguatan kebudayaan diharapkan kolaborasi pemerintah, swasta, dan masyarakat dapat bersinergi. Ketiga komponen ini harus mengambil peran dalam kerja-kerja kebudayaan khususnya di Kota Ternate. Meskipun saat ini marak komunitas seni/kebudayaan yang dibentuk untuk keberlangsungan kegiatan kebudayaan yang dilakukan di Kota Ternate. Akan tetapi, menurut Andi Sumar Karman (MalutPos, 4/1) Dalam perspektif budaya, “komunitas” dibedakan dengan “masyarakat.” Bukan hanya dari jumlah anggota dan luas wilayahnya. Tapi terutama pada kewargaan dan tujuan-tujuannya. Jika ‘komunitas’ mengacu kepada makna budaya (kebudayaan), maka ‘masyarakat’ mengandung pengertian yang bertautan dengan makna sosial. Sosial (masyarakat) dan budaya (komunitas) dibedakan di sini, dan memang seharusnya dibedakan. Makna ‘komunitas’ dalam tulisan ini mencakup wadah, kewargaan, dan aktivitas komunitas dalam bidang kebudayaan.
Peran komunitas sebagai bentuk penguatan ekosistem kebudayaan dengan demikian komunitas yang bergelut pada isu-isu kebudayaan seyogianya memiliki Dewan Kebudayaan Ternate (DKT) sebagai pusat informasi kebudayaan daerah berfungsi sebagai mitra kerja Dikbud Kota Ternate dan menjadi “panglima kebudayaan” bagi komunitas-komunitas. Langkah ini, kiranya harus ditempuh untuk mempercepat dalam memeprsiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya dalam bidang kebudayaan.
Semoga keberadaan Dikbud Kota Ternate, terwujudnya tata nilai budaya masyarakat yang berbasis pada nilai-nilai budaya lokal dalam memahami keterkaitan kebudayaan sebagai hal dasar dari manusia dan kebudayaan sebagai perencanaan masa depan, dan dapat memanusiakan manusi yang beradap, semoga.